Bagaimana Peran Masjid dalam Menyabut Era Society 5.0 ?

Arif Akbarul Huda
3 min readApr 13, 2022

--

sumber www8.cao.go.jp

Evolusi interaksi kehidupan masyakarat 5.0 (Society 5.0) telah hadir dihadapan kita. Ditandai menyatunya interaksi pada ruang nyata dengan ruang maya (digital). Misalnya, perilaku pesan makanan melalui aplikasi Go-food, mulai menjadi kebiasaan baru. Sebagian masyarakat lainnya mulai menjajaki gaya hidup baru yaitu pembayaran secara cashless. Bahkan beberapa Masjid juga mulai mendaposi teknologi cashless ( QRIS ) untuk infaq dan shodaqoh.

Konsep Society 5.0 pada mulanya dideklarasikan oleh pemerintah jepang untuk menjawab fenomena perkembangan teknologi dan dinamika sosial masyarakat. Cepat atau lambat, teknologi dan manusia akan hidup berdampingan dalam rangka meningkatkan kualitas hidup. Mensikapi hal ini, Mentri Perekonomian Republik Indonesia menegaskan melalui siaran pers ( 2021 ) bahwa pemerintah RI siap membangun talent digital dan meningkatkan literasi digital. Segenap pemangku kepentingan termasuk komunitas masyarakat, harus bergerak memberikan kontribusi sesuai porsinya masing-masing.

Ilustrasi banjir informasi

Euforia digital dapat kita rasakan dimana-mana. Sayangnya, tingkat kesiapan adopsi teknologi digital di Indonesia sangat beragam. Betapa banyak diantara kita semakin tersesat justru karena melimpah-ruahnya sumber informasi. Seberapa sering kita hampir bertengkar karena kabar hoax dari Ibu kota. Betapa banyak kids zaman now yang cenderung lebih suka bermain gadget daripada bermain petak-umpet di Masjid. Bahkan kegelisahan-kegelisahan baru akan terus bermunculan lantaran pergeseran zaman.

Lantas bagaimana peran Masjid memasuki era transformasi digital ini? Pada dasarnya Masjid menyimpan daya magnet yang luar biasa hebat sebagai ruang interaksi publik. Tanpa meninggalkan esensi fungsi Masjid sebagai tempat ibadah, Masjid seharusnya dapat berperan lebih banyak dalam mengawal pergeseran zaman. Posisi sebuah masjid seharusnya inklusif ( melepaskan diri dari golongan ), sehingga mengayomi seluruh lapisan masyarakat disekitarnya. Namun faktanya, meskipun masyarakat muslim berjumlah banyak namun jumlah jamaah sholat lima waktu jumlahnya berbanding terbalik.

Kemajemukan masyarakat di sekitar masjid adalah sebuah keniscayaan. Setiap orang memiliki The journey of life sendiri-sendiri dalam menemukan Tuhan. Dalam radius satu kilmoeter dari Masjid, ada beragam cerita perjuangan ibadah seseorang. Sebagian orang berada dalam kondisi istiqomah sholat lima waktu di Masjid. Namun ada juga sebagian yang semangatnya masih naik turun. Bahkan tidak menutup kemungkinan, ada sebagain lainnya yang pingin banget ke Masjid namun sungkan karena nampak jamaah lainnya serius — serius. Apalagi ditambah rumor, dimasjid tidak boleh ada kegiatan — kegiatan selain ibadah wajib dan mejelis pengajian.

sumber gambar https://finance.detik.com/

Masjid — dengan segenap perangkat pengelolanya, perlu retrospective secara berkala untuk meninjau kembali signifikansi perannya dalam struktur sosial masyarakat. Edukasi literasi digital, kajian — kajian kontemporer, bahkan forum seni budaya semestinya diaktivasi melalui beragam kegiatan. Bagi pemuda, ruang ekspresi dan interaksi seperti coworking-space dengan fasilitas free wifi dan coffee akan men-triger efek positif berikutnya. Society 5.0 melahirkan berbagai profesi baru seperti seperti Youtuber, Social Media Manager, Programmer, Animator, Music Creator. Manyambut transformasi ini, Peran Masjid tidak boleh absen. Harus bisa bergerak mengawal pergeseran zaman demi generasi modern yang berakhlak dan bertaqwa.

--

--