Cara Mudah Sedekah Brutal pada Era Society 5.0

Arif Akbarul Huda
4 min readSep 9, 2020
sumber gambar www.gardaoto.com

Om, kupikir-pikir perjalanan hidup saya lancar-lancar saja. Mau makan enak, bisa. Berlibur keluar negeri, gampang. Padahal Ibadahku juga masih pas-pasan semampu menggugurkan kewajiban. Apakah ini baik-baik saja?” sebuah pertanyaan melesat kilat dari Abimanyu, pemuda energik yang bekerja pada salah satu perusahaan startup decacorn. Prestasi dan karirnya sangat cemerlang, melengkapi kebahagiaan keluarga kecilnya. Saya berpikir cepat untuk segera menemukan jawabnya sambil memperlambat laju mobil, seperti gerakan slow motion dari 30 frame persecond (fps) menjadi kecepatan 12 fps.

Barangkali Abimanyu merasa tidak pernah menjalani laku prihatin apapun, seperti cerita-cerita orang tua zaman dahulu. Konon katanya untuk bisa mencapai sukses tujuh turunan, harus melalui proses yang panjang. Mulai dari gigih bekerja, berperilaku baik kepada tetangga sanak saudara hingga ngrowot demi menjaga hubungan baik dengan Tuhan.

Menurut logika manusia modern, kesuksesan materiil yang diperoleh sebanding dengan usahanya. Sedikit diimbuhi campur tangan Tuhan supaya label spiritualnya tidak luntur. Padahal, mengkorelasikan antara kerja dan ibadah kadang masih bingung. Forum-forum rapat yang digelar seringkali tanpa didahului ritual doa bersama. Hal sepele ini juga mulai sering dilupakan, memulai aktifitas dengan menyebut nama Tuhan.

sumber insideboard.com

“Abimanyu, inget ndak waktu kita main Game kemarin? Kita bisa menyimpan poin sebanyak mungkin dan diwariskan pada level berikutnya. Disediakan juga cheat untuk memperoleh poin berlipat-lipat dengan cara mudah.” Saya mengawali diskusi sambil terus berpikir. Barangkali kenyamanan hidup yang kita rasakan sekarang seperti beli brompton semudah belanja kacang ini lantaran investasi laku prihatin orang tua kita dahulu. Makanya ndak perlu sombong atas jerih payah sehari-hari yang kita lakukan. Kalau dilogika, wongsembahyang lima menit saja masih mikirin gosip, mana mungkin poin-poin pahala yang kita kumpulkan melalui ibadah mampu menembus dosa selama hidup. Apalagi mendatangkan rahmat, rezeki dan lainnya.

Jangan berpikir semakin terampil mengelola data science, lalu yang tidak percaya analisisnya dianggap ketinggalan. Jangan mengira orang yang percaya pada pengobatan alternatif, termasuk orang kuno karena ilmu medis dianggap lebih sempurna. Jangan beranggapan, teknologi bisa menyelesaikan segala aspek kehidupan. Sebenarnya apa yang kita ketahui hanyalah secuil dari luasnya ilmu Tuhan. Terhadap hal-hal yang tidak kita kuasasi, cukup percaya saja. Begitulah cara kerja Iman.

Sebenarnya mudah bagi Tuhan untuk membuka aib, lalu sekejap kita menjadi hina. Namun rasa sayang-Nya kepada manusia melebihi segala hal. Bahkan disediakan juga shortcut ibadah untuk mendapatkan poin lebih banyak dihadapan Tuhan, salah satunya sedekah. Berbagai keajaiban dan seluk beluk cara sedekah banyak dibedah oleh ahlinya. Bagaimana perilaku sedekah bisa semakin mudah dilakukan pada zaman serba canggih ini?

sumber data www.constructionweekonline.com

Zaman serba canggih ditandai dengan label society 5.0 dimana manusia berperan sangat central ditopang dengan teknologi informasi yang akurat dan canggih. Beruntung, kita sudah nyicil, men-digitalkan aktifitas sedekah melalui platform digital seperti KitaBisa, DompetDhuafa dan sebagainya. Esensi sedekah bisa dimaknai sebagai perilaku memberikan suatu hal yang kita miliki kepada orang lain, padahal kita berhak menyimpan untuk diri kita. Begitu juga dengan pengalaman, kita boleh saja menyimpan rapat-rapat untuk dinikmati sendiri. Namun, ketika kita memilih untuk membagikan cerita pengalaman membangun bisnis bervaluasi milyaran rupiah kepada orang lain, maka sebenarnya kita sedang menjalani laku sedekah. Cerita-cerita pengalaman seperti ini bisa dikemas dalam berbagai format seperti stories, Instagram microblog, vlog atau podcast. Selagi masih hidup, mari kita sedekah sebrutal-brutalnya sebagai bentuk investasi poin kita dihadapan Tuhan, sehingga bisa di-redeem hingga anak cucu.

Dalam kesadaran manusia tidak berkuasa sedikitpun atas segala hal melainkan atas izin-Nya, maka memilih untuk berbagi suatu hal yang kita miliki kepada orang lain padahal kita berhak menyimpan untuk diri kita adalah esensi sedekah. Sedangkan wajib berbagi kepada orang lain dalam syarat dan ketentuan yang berlaku disebut zakat. Kalau esensi puasa, sebenarnya kita boleh mengambil sesuatu tapi kita memilih untuk tidak melakukannya.

catatan : tulisan ini telah dirilis pada harian Kedaulatan Rakyat, Kamis 10 September 2020

--

--