Gagasan Radikal Petruk Membangun Kota Canggih

Arif Akbarul Huda
3 min readJan 27, 2021

Sejak kita tidak boleh saling bersentuhan, infrastrkutur Internet of Things (IoT) dan rekayasa teknologi informasi menjadi sesuatu hal yang berperan penting. Petruk menyampaikan arahannya kepada jajaran pengambil keputusan strategis di kota Karang Kedhempel. Tetapi bukan dalam forum resmi dengan pakaian necis, melainkan sambil ngopi di Coworking Space. Beberapa pejabat, memesan Creamy Sinature Chocolate sementara lainnya kompak memesan Smooth Cold Brew.

Pertemuan itu berlangsung sangat seru. Semua terinspirasi, dapat dirasakan dari intensitas diskusi yang panjang. Semua saling memberikan solusi bukan berbantah argumen. Rupanya keberhasilan memantik energi pada forum tersebut, tidak lepas dari uraian pemikiran Petruk mengenai konsep kota yang canggih. Berikut ringkasan narasi pemikirannya.

Setiap orang pada kota ini pasti bisa dimonitor keberadaanya. Hal ini sejalan dengan kepentingan medis saat pandemi. Caranya bisa melalui smartphone maupun cctv. Memang tidak menampik kenyataan bahwa tidak seluruh masyarakat memiliki smartphone. Namun melalui data provider telekomunikasi, Petruk bisa mengetahui persis berapa perbandingan jumlah masyarakat terhadap kepemilikan smartphone. Misalpun masih ditemukan sejumlah masyarakat yang belum menggunakan smartphone, ia bisa mengupayakan bantuan pengadaannya. Menurut Petruk setiap orang harus memiliki smartphone. Karena melalui perda, ia mewajibkan setiap orang untuk melakukan checkin pada tempat umum. Misalnya pasar, halte, atau tempat tertentu dipasang qrcode sehingga terekam siapa saja orang yang pernah berkumpul disini. Semakin banyak checkpoint, semakin bagus tracing-nya. Bila perlu, antar sesama smartphone bisa saling checkpoint sehingga terlacak, dengan siapa saja Bagong berinteraksi selama beraktifitas. Sudah pasti strategi ini sangat membantu upaya tracing satgas pandemi.

Misalpun saat berada pada kerumunan tidak membawa smartphone, setiap orang bisa terdeteksi keberadaanya melalui cctv. Petruk sangat piawai mengulik teknologi ini. Ribuan kamera kecil disematkan mulai sudut desa, setiap persimpangan hingga pojok kota. Apalagi kualitas jaringan 5G sudah hampir merata sehingga tidak ada masalah aliran data dari satu titik ke simpul yang lain. Sistem yang dibangun bisa mengenali wajah. Bahkan lebih canggih dari itu, sistem bsia mengenali seseorang berdasarkan bentuk badan dan cara berjalannya.

Sekarang beralih pada perspektfi pelayanan publik, misalnya proses perpanjangan SIM, pembayaran pajak, pembuatan KTP dan kartu-kartu lain mestinya bisa dilakukan secara online. Literelly online, bukan mengisi form saja yang online lalu tetap harus ke kantor menyerahkan berkas. Tidak perlu khawatir masalah potensi pemalsuan data, ada teknisnya sendiri untuk meminimalisirnya. Penerapan rekayasa tanda tangan digital, memungkinan setiap dokumen yang telah di tanda-tangani secara digital tidak dapat diubah. Setidaknya mudah diketahui apabila dokumen tersebut sengaja diubah. Secara teknologi, hal ini bsia dilakukan. Makanya Petruk bersikeras mewujudkannya.

Beralih ke pelayanan kesehatan. Petruk mengusulkan untuk mengaktifasi layanan dokter keluarga. Alih-alih masyarakat yang datang ke puskesmas, cara ini justru sebaliknya. Tenaga medis didorong untuk aktif menyambangi keluarga. Pasti dong ada kompensasi lebih sesuai kadar effortnya. Yaa, kecuali kasus-kasus tertentu yang memang perlu di treatment khusus untuk dibawa ke rumah sakit. Petruk semakin mantab hal ini sangat bisa meminimalisir mobilitas. Apalagi dibantu dengan teknologi pencatatan data rekam medis terpusat, sehingga dokter memiliki catatan riwayat yang valid. Bahkan suatau saat, tenaga medis tidak depends on rumah sakit, melainkan independen. Sedangkan masyarakat tidak perlu khawatir karena bisa memantau secara akurat melalui genggaman, bahwa tenaga medis yang bersangkutan bersih dari virus.

Meskipun demikian petruk hanya pandai pada teknologi. Dia tidak tahu persis bagaimana cara mengendalikan mobilitas masyarakat melalui perspektif psikologi orang. Bagaimana memilah antara kebutuhan dengan keinginan. Bagaimana mengaktifkan mindset dan laku “puasa” dalam jangkauan masyarakat yang majemuk sehingga menekan mobilitas warga sesuai kesadaran masing-masing.

--

--