Menunda Kuliah Doktoral Demi Bisnis Es Krim Keputusan Berani atau Nekat?
Ketika mimpi berdampingan dengan kenyataan, apakah Anda akan memilih jalur yang aman atau berani mengikuti passion yang belum teruji? Inilah cerita tentang langkah berani yang mengubah rencana hidup.
Jadi begini ceritanya. Sejak 9 tahun menjalani karir sebagai dosen, seperti orang-orang pada umumnya, seharusnya langkah selanjutnya adalah melanjutkan ke jenjang doktoral, kan? Ya, kuliah doktoral, mimpi indah semua akademisi yang ingin punya gelar panjang di belakang namanya. Bayangkan saja, saya bisa dipanggil “Doktor” di mana-mana, keren, bukan?
Tapi… ehm, ada “tapi” besar di sini. Alih-alih membayangkan sibuk menulis disertasi, saya malah kepikiran bikin bisnis es krim!.
Namanya juga sudah keren, “Yippi!” — sesuai banget sama vibe-nya yang fun dan penuh warna. Saya membayangkan kafe es krim ini bakal jadi tempat di mana semua orang — mulai dari anak kecil sampai kakek-nenek — datang untuk menikmati kesenangan dalam bentuk segelas es krim yang lucu dan enak.
Nah, inilah dilema besar saya. Pilihannya: lanjut kuliah doktoral dan jadi akademisi terpandang, atau menunda rencana itu dan mengejar mimpi bikin kafe es krim yang super fun. Bersamaan dengan ini, ada multidimensi alasan lain yang memotivasi saya. Mulai dari dimensi spiritual, dimensi keluarga, dimensi kejenuhan dan lainnya.
Setelah berpikir keras (sambil ngemil es krim, tentu saja), saya akhirnya memutuskan untuk menunda dulu jadi “Doktor”. Saya pikir, “Hidup ini pendek, cobain dulu mimpi-mimpi yang manis!”
Bahkan saya menyembunyikan rencana ini dari keluarga. Dan benar saja, mereka terkejut begitu kami mengumumkan kafe telah dibuka.
Di sinilah keisengan informatika saya muncul. Berbekal rutinitas harian saya berinteraksi dengan Artificial Intelligence (AI), saya mikir, kenapa nggak pakai teknologi untuk ngebantuin mulai bisnis ini? Toh, sekarang sudah zamannya AI, kan? Jadi, saya mulai memanfaatkan AI untuk beberapa hal penting.
Berbagai tools AI saya libatkan mulai dari Chatgpt free version, pro version, gemini dan Canva. Singkat cerita, AI ini saya gunakan sejak ideation, validation hingga marketing. Lesson Learned, ternyata AI sangat layak dijadikan rekan membangun usaha rintisan. Meskipun demikian, kuncinya adalah kemampuan critical thingking kita sebagai manusia. Highlight paragraf ini bila Kamu ingin tahu lebih detail. Biar saya siapkan pada artikel berikutnya.
Hahaha, saya ketawa sendiri sambil mulai cari tempat buat buka Yippi! Mulailah petualanganku di dunia bisnis. Dan, tebak apa? Ternyata bikin es krim itu berasa kuliah kembali. Setiap hari ada aja pelajaran baru — mulai dari soft skill hingga urusan hard skill. Berkompetisi dengan ego sendiri, kontemplasi, menaklukan ekspektasi, waspada. Bikin racikan es krim yang pas, menghitung modal, sampai menghadapi pelanggan yang unik-unik.
Di tengah-tengah tantangan, saya sering ngingetin diri sendiri, “Kalau hidup asam seperti lemon, tambahin es krim biar lebih manis!” Dan, ternyata, Yippi! Bismillah otw booming. Keputusan “nekat” ini membawa banyak tawa dan kebahagiaan, nggak hanya buat saya, tapi juga buat banyak orang.
Bukannya menyesali, saya justru bersyukur karena berani ambil jalan yang beda. Ya, suatu hari saya bakal balik lagi ke dunia akademis dan nyelesain gelar doktor, tapi untuk sekarang, saya lebih menikmati jadi “Doktor Es Krim”, alias si bos es krim yang selalu punya alasan untuk tersenyum. “Follow your dreams… and if they include ice cream, don’t hesitate!”