Seberapa Jauh Gap Adopsi IT di Indonesia ?
Empat raksasa perusahaan teknologi semakin menunjukkan taringnya, yakni Google, Microsoft, Facebook dan Bitdance Company. Setiap setahun sekali, mereka rutin menggelar konferensi khususnya bagi para pengembang. Momentum tersebut seringkali digunakan untuk meluncurkan inovasi-inovasi terbarunya. Mari kita intip, trend teknologi apa saja yang sedang berkembang disana.
Google dalam rangkaian acara Google I/O didominasi oleh topik-topik Kecerdasan Buatan, khususnya Generative AI dan layanan cloud computing. Inovasi Kecerdasan Buatan yang menarik adalah diluncurkannya BARD, platform percakapan berbasis LLMs (Large Language Models) seperti Chatgpt. Meskipun peluncurannya relatif lebih lambat dibandingkan Chatgpt namun koleksi pengetahuan BARD lebih mutakhir. Pada lini ini, Chatgpt yang disponsori oleh Microsoft harus siap bertanding.
Kehadiran dua platform tersebut diyakini mampu menggeser pola interaksi antara manusia dengan perangkat teknologi. Stage saat ini, kita berinteraksi melalui tombol dan pola gesture jari pada layar sentuh. Sedangkan platform BARD dan Chatgpt menyajikan interaksi berupa percakapan teks. Bukan mustahil dalam kurun waktu singkat interaksi manusia dan perangkat digital dilakukan secara verbal. Seperti layaknya kita berbincang dengan kawan.
Dalam perspektif akademisi, topik kajian Human Cumputer Interaction mulai diperluas ke ranah Human Artifical Intelligence Interaction.
Menyaksikan dua perseturuan tersebut sangat seru, namun Apple memilih strategi yang berbeda. Dalam World Wide Developer Converence 2023, Apple lebih dominan memperkenalkan lingkungan immersive. Pada momentum ini, Apple meluncurkan Vision Pro yakni perangkat kacamata yang dapat menyajikan informasi dan interaksi secara immersive. Teknologi immersive adalah rekayasa interaksi dengan menyatukan lingkungan digital dan nyata (fisik). Biasanya populer dengan sebutan Virtual Reality.
Nampaknya Apple meyakini kekuatan perusahaan terletak pada seamless interconnection antar perangkat dalam satu ekosistem. Seperti Apple Watch, Vision Pro, Ipad, Macbook, Ipod dan lainnya. Raksasa IT ini cenderung berinvestasi pada perangkat dengan segmentasi pasar tertentu. Hal ini konsisten dengan prinsip yang pernah diutarakan oleh Steave Jobs (Alm).
People who are really serious about software should make their own hardware. Alan Akay.
Sementara itu, Facebook yang lebih dahulu mendeklarasikan diri sebagai perusahaan Metaverse, pada momentum ini cenderung memperlambat laju penetrasi pasar. Meskipun begitu, Facebook tetap mendominasi dan fokus pada konten video dan chating melalui anak perusahaannya, Instagram dan Whatsapp. Mereka melakukan rekayasa informasi sedemikian rupa sehingga mampu mempersonalisasi konten sesuai selera setiap orang.
Dalam kehehingan, Bitdance Company tidak tinggal diam. Melalui produk unggulannya TikTok, mereka terus melakukan penetrasi market. Fokus pada video pendek dan live stream, kini Bitdance Company mulai berinvestasi pada pemanfaatan algoritma-algoritma kecerdasan buatan khususnya untuk mengkreasi konten-konten didalamnya.
Gegap gempita Kecerdasan Buatan sangat terasa di negara maju. Sedangkan di Indonesia, cenderung mengalami perlambatan adopsi teknologi. Barometer kesiapan adopsi dan kompetisi di ranah IT ini mungkin bisa ditilik dari luaran-luaran Kampus. Selama masih di dominasi oleh pembuatan aplikasi X,Y,Z berbasis CRUD, atau pembuatan sesuatu karya IT yang hanya mengubah konfigurasi, atau prototipe blablabla yang tak kunjung rilis maka sesungguhnya kita benar-benar merasakan jarak yang jauh.
Ulasan ini mungkin tidak akurat, namun bagi pelaku industri IT mungkin bisa merasakannya. Dari dalam Kampus, Program Studi Informatika Universitas Amikom Yogyakarta menyadari hal ini sehingga memotivasi untuk terus bergerak mempersiapkan talenta – talenta digital berkompeten yang siap menyambut berbagai transformasi bisnis dengan Kecerdasan Buatan.