Stop Bermimpi ! Mulai dari yang Kecil.
Cerita inspiratif dikemas dalam rangka memberi motivasi, dari diskusi ringan sesama pelaku startup.
“Ah, kalau mau sukses dalam berbisnis startup, ngapain harus selesai sekolah?”
Sejak lima tahun terakhir, saya menjalani peran dosen mengabdi kepada masyarakat khususnya pengusaha tingkat pemula (startup) melalui ABP Incubator. Menyaksikan secara langsung dengan dekat dinamika pelaku Startup. Diantaranya ada yang rela “berpuasa” demi membayar gaji tim, ada yang merogoh celengan demi terwujudnya produk atau ada juga yang kebingungan saat akan diberi modal milyaran rupiah. Itu sebagian saja kisah pahit perjalanan para founder — sebutan untuk pendiri startup.
Namun ada banyak juga cerita perjalanan startup yang menggembirakan. Mulai dari omset milyaran rupiah meskipun dijalankan oleh pemuda berstatus Mahasiswa, hingga startup yang berhasil memikat investor hingga puluhan milyar rupiah meskipun sang founder ditolak pitching sebanyak tiga puluh lima kali.
Mau bisnis UMKM ataupun Startup, sebenarnya sama saja. Hal paling signifikan yang membedakan keduanya adalah kemampuan duplikasi dan scale up bisnis dalam waktu singkat. Bukan teori startup yang akan kita bahas, melainkan belakangan saya menangkap fenomena menarik pada ruang lingkup startup, yakni pergeseran paradigma orang sukses.
Sepuluh tahun yang lalu, figur orang sukses melekat pada (alm) Bob Sadino dengan gayanya yang frontal, menggunakan celana pendek, mengusung jargon-jargon gila untuk keluar dari zona nyaman. Ditambah kisah Mark Zubreck dan Bill Gates yang memilih Drop Out daripada menyelesaikan kuliahnya namun sukses besar pada sektor bisnis teknologi. Belum cerita-cerita motivasi lain yang seolah membenarkan untuk tidak menyelesaikan bangku kuliah jika ingin menjadi entrepreneur sukses.
Sebenarnya, tidak ada yang salah. Cerita-cerita inspiratif tersebut dikemas dalam rangka memberi motivasi, bahkan menggebrak segala ketidakmungkinan terutama mental. Alih-alih membuat orang lain sukses, jangan-jangan juga banyak orang memanfaatkan paradigma tersebut untuk menutupi kelemahannya. Terlebih para pembelajar yang mencari pembenaran untuk bolos sekolah, kuliah atau bahkan mogok skripsi.
Namun jika kita perhatikan, jargon-jargon tersebut sudah mulai terkikis dengan munculnya sosok entrepreneur baru. Sebut saja Nadiem Makarim yang sukses membangun Gojek bahkan menjadi Menteri dalam usia muda. Pendiri Go-Jek ini tercatat sebagai mahasiswa tingkat S2 di Harvard University. Tidak jauh berbeda, Achmad Zaky merupakan lulusan terbaik ITB dengan indeks prestasi 4.0. Pendiri startup Unicorn ini juga pernah mengenyam beasiswa ke Amerika Serikat (Oregon State University). Begitu pula pendiri Startup bidang pendidikan Ruangguru, Adamas Belva Syah Devara, merupakan orang Indonesia pertama yang menerima gelar (pascasarjana) ganda di dua universitas bergengsi kelas dunia Harvard University dan Stanford University.
Bermimpilah setinggi langit.
Bermimpilah setinggi langit, kalau jatuh akan tetap diantara bintang-bintang. Jargon ini seringkali digunakan untuk memotivasi calon entrepreneur. Saya menyebutnya sebagai “Dream Driven”. Kita harus berhati-hati memaknai, jangan sampai mengejar mimpi melupakan potensi diri, yang terjadi justru kalang kabut.
Kalau saya, berpijak pada potensi, bermimpilah setingginya hingga menembus langit supaya tahu siapa sebenarnya yang mewujudkan mimpi. Tapi jangan kelamaan, Stop Bermimpi! jika sudah yakin atas targetnya. Berdasarkan potensi diri dimulai dari hal kecil, bergerak lalu evaluasi. Terus saja diulangi, sibuk berperang dengan diri-sendiri menjadi lebih baik hingga suatu saat akan tahu siapa sebenarnya dirinya. Orang yang mengenal dirinya, maka akan mengenal siapa Tuhannya. Apabila sudah kenal dekat dengan Tuhan maka jangan terkejut karena mimpi terwujud dari arah yang tidak disangka-sangka.
“Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar, dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangka. Dan barangsiapa yang bertawakal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)-nya. Sesungguhnua Allah melaksanakan urusan yang (dikehendaki)-Nya. Sesungguhnya Alllah telah mengadakan ketentuan bagi tiang-tiap sesuatu.” (QS. Ath-Thalaq [65]: 2–3).
Tulisan ini dipublish pada Tribunjogja, 26 Februari 2020.