Menerapkan Data Driven dalam Organisasi

Arif Akbarul Huda
3 min readApr 7, 2021

Data driven dalam konteks ini tidak sama halnya dengan laporan pertanggungjawaban (LPJ).

Sejak menggunakan Smartwatch, pergelangan tangan saya bergetar setiap kali ada pesan whatsaap. Fitur ini memang asyik, disela rapat penting saya bisa mengintip isi pesan meskipun jauh dari smartphone. Namun ada satu macam pesan yang seringkali membuat saya gemes yakni forward pengumuman, apalagi forward berlapis.

Bisa saja saluran komunikasi whatsapp memang dipilih sebagai jalur utama ditribusi pengumuman. Namun bisa juga karena tak menguasai jalur komunikasi lain, sehingga jalan ninja-nya ya share pengumuman ke berbagai whatsapp group. Maybe it is the best way we can do it. Padahal kalau dipikir dari perspektif anggota group, tak semuanya interested pada pengumuman tersebut. Dengan kalimat lain, seandainya dalam group terdapat 500 anggota dan terdapat 10 orang interested pada pengumuman tersebut maka bagi 490 anggota lain informasi tersebut adalah sampah. Yaa nggak apa-apa, yang penting ikhtiar untuk berbagi informasi.

Sekarang coba kita pecahkan dengan pendekatan lain. Anggap saja kita sedang merencanakan sebuah acara dengan target 300 peserta. Dalam situasi serba online begini, conversion rate antara pendaftar dengan hadirin sangat rendah. Bisa mencapai angka 10% sudah bagus, kecuali narasumbernya benar-benar memikat atau sedang trend. Conversion rate 10% maknanya bila target hadirin sejumlah 300 orang maka setidaknya pendaftar berjumlah 3.000 orang. Supaya target 3.000 pendaftar terpenuhi, maka pengumuman harus dibaca minimal 30.000 netizen (conversion rate 10%). Bisakah jalan ninja share pengumuman ke berbagai whatsapp group mengakomodir angka ini? yang ada akhirnya sebatas menggugurkan kewajiban untuk share pengumuman, perkara tertarik atau tidak urusanya Tuhan.

Permainan conversion rate dan target angka ini dapat diterapkan pada berbagai aspek kehidupan sehari-hari. Misalnya kita bawa kedalam konteks bisnis, supaya mendapatkan profit 60jt perbulan maka omset harus 100jt (asumsi conversion rate 60%). Bila Omset 100jt dapat dipenuhi dengan 10 transaksi, maka setidaknya ada 100 potensi transaksi (asumsi conversion rate 10%). Meskipun besaran angkanya berubah-ubah sesuai konteksnya namun kontruksi berpikiri demikian dapat diterapkan pada banyak hal.

Dalam sebuah organisasi, target angka sangat penting untuk mengukur performa. Baik performa organisasi secara menyeluruh ataupun personal. Perkara cara mencapai angka tersebut, sifatnya dinamis menyesuaikan perkembangan situasi. Justru yang penting adalah seberapa signifikan cara tersebut berdampak terhadap tercapainya angka yang telah ditargetkan. Tak kalah penting, setiap proses tahapan harus selalu dicatat prosentase dampak sehingga bisa diambil insightnya. Menjalankan berbagai program kerja atau kegiatan sehari-hari berdasarkan data ini disebut sebagai data driven.

Data driven dalam konteks ini tidak sama halnya dengan laporan pertanggungjawaban (LPJ). Meskipun didalanya tertera grafik atau table. Lebih dari itu, data driven harus menjadi mindset setiap anggota dalam organisasi sehingga insightnya menyentuh ke personal. Carl Anderson, dalam bukunya Creating a Data-Driven Organization menyebutkan terdapat empat karakter organisasi yang menerapkan paham data-driven, yaitu (1) organisasi harus selalu melakukan rekayasa ujicoba untuk mendapatkan hasil terbaik, (2) mimiliki persamaan persepsi mengenai improvement secara berkesinambungan, (3) menerima berbagai kesalahan untuk bahan improvement berikutnya dan (4) memilih keputusan dari berbagai opsi yang sudah ditimbang.

Without data you’re just another person with an opinion (William Edwards Deming).

--

--